Jumat, 08 Mei 2009

UN lagi....Un lagi....un lagi...

Semua kecarutmarutan berawal dari reformasi dan demokrasi kebablasan yang telah membuat mental bangsa ini berada pada titik paling mengenaskan.
Ketika kebiasaan menyalahkan metode sebagai salah satu sumebr terbesar kegagalan adalah menjadi hal paling utama saat ini.

Kenapa UN yang disalahkan?sependap at dengan pak riyanto mengenai penjelasanya. Ketika tolak ukur sudah tidak lagi dijadikan sebuah pijakan ataupun dasar maka yang terjadi dalam semua proses adalah sebuah hasil tak terukur alias output2 ngawur yang sangat SUBYEKTIF!!!

UN sebagai syarat kelulusan adalah hal yang tidak perlu diperdebatkan karena itu adalah cara tolak ukur kita sebagai orang tua, pendidik dan pejabat pemerintah untuk dapat melakukan kontrol terhadap dunia pendidikan itu sendiri. Dan saya yakin yang berdiskusi disini adalah orang-orang yang selalu mengedepankan rasionalitas dan obyektifitas maka dari itu sebagai salah satu parameter sesuatu itu dapat dipertanggungjawabk an adalah terukur dan jika UN sebagai salah satu parameter diminta untuk dihilangkan , apa yang akan terjadi? KKN akan semakin merajalela ............ .......

Untuk pemerintah yang diperbaiki dengan kasus ketakutan UN ini adalah memperbaiki kualitas uji komptensi saringan masuk guru. Jangan cuma karena berijazah IKIP/ Punya akta4 terus otomatis bisa jadi guru.
Kenapa tidak dibuka kran persyaratan GURU dari segala penjuru disiplin UNIVERSITAS dan tidak perlu ada pembatasan jenis ijazah?karena mohon maaf sebelumnya, coba kita tengok kualitas dari para lulusan IKIP dan Universitas2 masih terdapat kepincangan bukan?

Dan fakta yang menarik yang saya temukan adalah adanya korelasi penolakan UN dengan adanya korelasi syarat GURU.
Kalo lowongan guru saja harus punya akta4/ ijazah ikip dan tidak boleh dari selain itu bisa dilihat bukan ternyata syarat terbesar menjadi guru adalah IJAZAH dan ketika dalam sebuah forum IKIP hal tersebut akan dijebol, coba tengok kenapa salah satu pejabat keberatan?
Kalo Calon Guru saja tidak berani bersaing dan berharap mendapat jatah bagaimana juga siswanya bisa berani ngadepin UN?

Mari ciptakan suasana belajar yang menyenangkan untuk menciptakan generasi bukan pengecut apalagi generasi yang takut menghadapi UN. Ciptakan terus semangat berkompetisi, NO sacrifice no Victory!!
dari:

[MailingListPendidikanNetwork]